Kamis, 19 Agustus 2010

Jump (2009)



Jump adalah film komedi tentang sang seorang gadis desa di pedalaman Cina, bernama Pheonix yang ingin mengejar cita-citanya di kota besar.
Ia tinggal oleh ayahnya yang merupakan seorang ahli kungfu, setelah kematian ibunya Pheonix dibesarkan dan diajarkan ilmu-ilmu kungfu namun cita-cita sebenarnya adalah menjadi penari.
Suatu hari tawaran untuk bekerja di kota besar pun datang, tanpa pikir panjang Pheonix mengajukan diri dan ia terpilih untuk ikut ke kota.
Ia bekerja di pabrik garmen bersama teman-temannya, namun Pheonix tidak pernah melupakan cita-citanya untuk menjadi penari terkenal. Selain bekerja di pabrik pada siang hari, malamnya ia juga bekerja paruh waktu sebagai cleaning service di sekolah hip-hop dance. Sambil bekerja Pheonix secara diam-diam mempelajari teknik tarian hip-hop. Pelajar disana tidak suka dengan kelakuan Pheonix yang secara diam-diam ikut belajar sehingga mereka sering sekali menghina Pheonix yang hanya seorang cleaning service.
Tapi kemudian, suatu hari secara tidak sengaja Ron, cowok play boy dan kaya, pemilik sekolah tersebut melihat bakat tari Pheonix akhirnya memberi beasiswa untuk belajar tari.
Pheonix yang polos pada akhirnya terlibat dalam hubungan asmara dengan Ron. Pada masa-masa penting menjelang kompetisi hip-hop, hubungan mereka mengalami masalah sehingga mempengaruhi performance Pheonix dalam menari. Pheonix pun harus menentukan apa yang harus ia lakukan untuk dirinya dan mimpi-mimpinya.

It's so 'Step Up' wannabe. Lihat saja mulai dari tokoh utama yang diceritakan memiliki bakat alam menari yang sangat hebat, kemudian terlibat dalam hubungan asamara dengan tokoh pria yang kaya, bikin kita teringat dengan tokoh Andie di Step Up2. Belum lagi di film ini tokoh utamanya jadi cleaning service yang kemudian membuka jalannya untuk belajar tari di sekolah terkenal, jadi inget sama Tyler di Step Up. Film ini kurang kreatif dalam hal megadaptasi cerita, kalo mau copy cat, harusnya tetep kreatiflah biar masih kerasa ciri khas film ini.
Oh lupa, ciri khas film ini, Kungfu. Kalo dilihat sekilas idenya adalah menggabungkan tarian hio-hop dengan teknik kungfu. Hal tersebut dapat dilihat pada bagian akhir film, hasilnya lumayanlah, tapi masih kurang greget. Kungfu dan hip-hopnya kurang menyatu, agak kayak jalan sendiri-sendiri.
Satu lagi, film ini kan film komedi, tapi sayangnya nuansa komedinya hanya terasa di bagian-bagian awal film saja. Mulai tengah-tengah dan seterusnya kebanyakan drama, jadi kesannya nanggung. Dramanya nanggung, komedinya nanggung, ceritanya juga nanggung. Gak asik ah.... *jahat* (gw kok sok banget, padahal gak pernah bikin film, hehehe)
Padahal ya...Daniel Wu udah ganteng banget, sampe drolling2 ngeliatnya. Mungkin harusnya Stephen Chow turun langsung jadi sutradaranya biar film ini gregetnya lebih kerasa.Mending nonton di tv aja deh, palingan bentar lagi juga keluar di tv nasional. Oh iya, ada penampilan Edison Chen juga lho.

Casts      : Daniel Wu, Kitty Zhang Yuqi, Leon Jay
Director  : Stephen Fung.

Rate : 2,5/5



                                                                             pheonix on  final dance


                                                             Stephen Fung ganteng!!! *drolling*

Senin, 16 Agustus 2010

DIRGAHAYU RI 65

17 Agustus 1945 - 17 Agustus 2010


 

 

Jumat, 13 Agustus 2010

TEMPLE GRANDIN (2010)


“My name is Temple Grandin. I'm not like other people. I think in pictures and I connect them.”



Film ini menceritakan tentang Temple Grandin, seorang autis yang cara berpikirnya berbeda dari kebanyakan orang. Dia melihat dunianya dalam bentuk visual, mengingat segala hal dalam potongan-potongan gambar yang detail. Dia bahkan bisa mengingat seluruh isi halaman buku hanya dengan melihatnya saja, karena cara berpikirnya cenderung seperti mem-foto objek. Namun ia memiliki masalah dalam berhubungan dengan lingkungan sosial. Keterbatasannya itu tidak jarang membawanya ke dalam konflik dengan teman-temannya sehingga ia sempat dikeluarkan dari sekolah. Beruntung ibunya kemudian menemukan sebuah sekolah asrama yang mempertemukannya dengan Prof.Carlock., seorang guru science yang menjadi sahabat Temple. Prof.Carlock inilah yang menemukan bakat terpendam Temple dalam hal science, dan membimbing Temple menjadi seorang murid yang brillian.

Pada suatu musim panas, Temple berkunjung ke peternakan Bibinya dan ia banyak belajar berinteraksi dengan hewan. Dari pengamatannya pada hewan ternak bibinya, ia kemudian menemukan ‘squeeze machine’ yaitu sebuah mesin yang dapat membantunya menenangkan diri di saat sedang gelisah dan menjadi penemuan pertamanya. Ia juga belajar memahami emosi hewan, dan ia merasa nyaman jika berada di sekeliling hewan ternak bibinya.

Berbekal pengalamannya di sekolah asrama dan peternakan bibinya, ia kemudian meneruskan pendidikan ke fakultas science, kemudian mengambil master peternakan dan juga berhasil mendapat gelar doktoral. Temple menemukan sistem pemotongan hewan ternak yang lebih baik serta efisien bagi hewan dan pengusaha. Ia menjadi seorang ahli dalam perilaku hewan ternak, dan membuktikan pada dunia bahwa autis bukanlah sesuatu yang mengerikan, seorang autis hanya memiliki cara pandang yang berbeda dan mereka juga bisa membuat hidup mereka bermanfaat bagi lingkungan seperti halnya orang-orang lainnya.



Film yang diangkat dari kisah nyata ini sebenarnya bukan film bertema autis pertama yang saya tonton, tapi film ini, menurut saya memiliki jalan cerita yang lebih positif. Yang saya paling suka adalah, walaupun sebagai seorang autis yang cenderung memiliki banyak hambatan, tetapi dalam film ini sikap optimis tokoh2nya lebih ditonjolkan, jadi kesan yang saya rasakan terhadap tokoh utamanya adalah kagum, tidak hanya simpatik atau drama berlebihan yang biasanya diangkat pada film bertema autistic lain. Film ini dapat membuka mata kita, bahwa autis itu bukan penyakit, mereka hanya berbeda dan mereka juga bisa hidup mandiri sama seperti kita, mereka juga bisa berhasil kalau mereka memiliki kemauan, mereka tidak aneh, freak atau bodoh karena mereka hanya berbeda. Seperti kata Mrs.Grandin dalam film ini “different, but not less”. Bahkan dalam banyak kasus seorang autis bahkan bisa lebih cerdas daripada orang lainnya.

I think we should watch this movie, it can open a new perspective about life. So, enjoy....and see the positive energy that Temple brought us through her amazing life journey.



Director : Mick Jackson

Casts : Claire Danes, Julia Ormond, David Strathairn, Charles Baker, Catherine O’Hara

Rate : 4,5/5
 

Blog Template by YummyLolly.com