"Jadi ronggeng itu bukan cuma urusan perkara nari saja.” - Nyai Kertaredja
Saat kecil, Srintil dan Rasus sering menonton pertunjukan Ronggeng di dusun mereka, Dukuh Paruk. Melihat keanggunan seorang Ronggeng, Srintil kecil bercita-cita menjadi seorang Ronggeng. Saat dewasa, Srintil dan Rasus yang bersahabat sejak kecil pun saling jatuh cinta. Namun cinta mereka tidak dapat dipersatukan karena Srintil dinobatkan sebagai seorang Ronggeng yang menjadi cita-citanya sejak kecil. Menjadi seorang Ronggeng, berarti Srintil menjadi milik seluruh desa Dukuh Paruk dan harus mengabdikan diri kepada leluhurnya, jiwa dan raga. Rasus yang tidak dapat bersama dengan Srintil akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan TNI untuk melupakan cintanya terhadap Srintil.Rasus menghilang dari kehidupan Dukuh Paruk dan memutuskan tinggal di lingkungan tentara, sedangkan Srintil sibuk dengan kehidupannya sebagai Ronggeng.
Dukuh Paruk merupakan daerah yang terpencil, sebagian besar penduduknya tidak tahu baca dan tulis sehingga mudah dibodohi oleh Tuan2 tanah dan mandor perkebunan lokal. Kemudian seorang pemuda dari kota bernama Bakar datang ke Dukuh Paruk untuk membawa perubahan yang lebih baik bagi masyarakat setempat. Dengan membawa nama Serikat Tani, paham komunis mendekati warga Dukuh Paruk untuk menggalang suara bagi partainya. Namun disinilah awal penderitaan sesungguhnya bagi warga Dukuh Paruk.
Saat G30S PKI pecah, kekacauan muncul dimana mana, pemberantasan terhadap oknum-oknum PKI pun dimulai. Seluruh daerah jawa disisir, tak terkecuali Dukuh Paruk yang memang menjadi salah satu daerah binaan PKI. Pembantaian terhadap oknum-oknum PKI pun dimulai. Rasus yang saat itu juga terlibat dalam pembantaian PKI pun tidak dapat menahan keinginannya untuk mencari keberadaan Srintil. Mengantongi ijin dari atasannya, Rasus mencari jejak keberadaan Srintil. Usaha Rasus untuk mencari Srintil tidak mudah dan memakan waktu yang lama. Pada akhirnya nasib memepertemukan mereka, namun keadaan sudah sangat berubah sehingga mereka memilih mengambil jalan masing-masing.
Overall, saya suka dengan film ini. Mengambil setting tahun 1960-an. Walaupun intinya tetep cecintaan antara dua tokoh utama, tapi rasa 'jawa'nya, kekentalan budayanya terasa banget. Suasana pedesaan di pedalaman Jawa yang saat itu memang nyaris tidak tersentuh peradaban modern, dimana masyarakatnya masih menganut kepercayaan kuno. Saya merasa benar-benar terbawa ke suasana pedesaan Jawa jaman dulu. Setting persawahan yang masih alami, jejeran gubuk desa yang berlantaikan tanah dan tembok anyaman, serta sesajen di makam leluhur berhasil menciptakan atmosfer kuno di film ini, well kalau itu memang tujuannya. Akting-akting pemainnya juga oke banget. Walaupun bahasa jawa-nya masih agak terasa kaku di beberapa bagian (bok gue jawa yahh...), tapi bisa banget diterima lahh.... Terutama buat Prisa Nasution dan Oka Antara yang berhasil menunjukkan passion of love antara Srintil dan Rasus. Jadi ikut merasakan pedihnya, patah hatinya mereka berdua karena tidak bisa bersama.
Oh iya, hampir lupa, akting Slamet Rahardjo dan Dewi Irawan yang memang sudah senior tidak perlu diragukan lagi. Bahkan dengan budaya Ronggeng yang menurut saya agak, maaf, merendahkan wanita itu, akting mereka bisa membuat saya paham dimana letak 'keistimewaan' Ronggeng di mata budaya Jawa saat itu dan mengerti kenapa dibanggakan banget. But still yaa... miris lihatnya. Apalagi adegan urut saat luluran itu....huhuuu jahat deh L
Yang menurut saya agak kurang dari film ini adalah...LAMA. Bukan lama durasinya, tapi alurnya sedikit agak lambat. Saya masih bisa nih, bbm-an lancar dan tetap merasa 'oh masih yg ini ya?' bbm-an sambil nonton itu jarang saya lakukan, tapi saya kok malah nyari-nyari bb ya? Hehee. Penggambaran sejarahnya juga tanggung sih yaa.... Penonton harus mempunyai background pengetahuan sejarah dan politik yang cukup baik kalau ingin paham tema politik yang digambarkan di film ini. Ya kan penonton awam bisa bingung aja ... Ada orang mau ngebantuin desa supaya maju, trus genteng2 ditandai organisasi tertentu. Lalu tiba-tiba tentara menyebut Dukuh Paruk sudah 'merah' dan di radio ada jendral dibunuh, trus tiba-tiba pada ditangkap. Coba pas pembantaian ada adegan yang masyarakat ikut membasmi PKI yang tusuk2 bunker...eh?kejadian itu di Jatim ya? Hahaha beda setting tweeps, maaf. Heheee
Ronggeng yang sebelum Srintil, Mbak Happy Salma, cuantikkk yaaaaa. Eksotis abis, Indonesia sekali, sexinya ala Jawa banget. Dan saya baru tau kalo ternyata Happy Salma itu Sunda.... tapi bisa banget jadi putri jawa ya...
Kalau ditanya ini reccomended atau enggak ... saya tetap bakal bilang film ini RECCOMENDED kok, walaupun memang agak berat. Nilai budayanya kental banget, Music scoringnya oke – jawanya dapet, feelnya pas banget dengan emosi film ini , ceritanya juga bagus banget dan beberapa kekurangan yang saya ceritain diatas gak akan mengganggu kepuasan nonton film ini kok. It was just an opinion of me. Kalau lagi cari film untuk yang pure untuk hiburan , mungkin kurang cocok sih yaa... daripada pulang dengan keadaan nauseous. Hehee
Oh iya....Tanggal 10 November, film Sang penari akan tayang secara resmi di bioskop Indonesia. Jangan dilewatkan yaa
Director : Ifa Ifansyah
Casts : Oka Antara, Prisa Nasution, Slamet Rahardjo, Dewi Irawan, Lukman Sardi, Tio Pakusadewo
Moviegeek Rate :
- It's a must see!!
- Film ini seruu..
- Bagus loh
- Lumayan deh buat weekend.
- Pinjem dvd-nya aja.
- Mending tunggu filmnya maen di tv.